Vincero ditolak SD Negeri usai ortu lapor Disdik soal duit seragam
Kisah Vincero, bocah pria usia 6 tahun yg tinggal kepada Jalan Gerilya RT 60 No 64 Kelurahan Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda, Kalimantan Timur, ini memprihatinkan. Dia gagal bersekolah kepada bangku SD, karena pihak sekolah enggan transparan buat merinci pungutan Rp 815.000 per orangtua anak didik. Nasib Vincero sekarang belum terang.
BERITA TERKAIT
Universitas asing masuk Indonesia, Menristekdikti konfiden 'Mercy tidak akan gusur Avanza'
Tak indahkan panggilan alasannya adalah awasi ujian, pengajar kepada Bengkulu dibogem kepala sekolah
Guru kepada NTT muncul yg bergaji Rp 50 ribu & Rp 300 ribu per bulan
Berawal berasal curhat Marwah (30), bunda kandung Vincero kepada facebook, Senin (17/7) kemarin, belakangan menjadi viral. Netizen menyayangkan sekolah yg nir transparan, hingga Vincero batal bersekolah.
Sekira pukul 12.25 Wita, merdeka.com menelusuri karakteristik-karakteristik pemilik akun, hingga berhasil menyambangi tempat tinggal yg sangat sederhana, yg ditinggali Vincero memakai orangtuanya, & dua adiknya.
Marwah bercerita, berseragam merah putih, Vincero tiba ke sekolah, kepada hari pertama masuk sekolah, Senin (17/7). Anak seusia Vincero begitu ceria kepada hari pertama masuk sekolah. Namun nir bagi Vincero.
"Ada tiga ruang kelas I kepada SDN 016 kepada Jalan Proklamasi itu. Kelas IA, IB & IC. Tapi kok nir muncul nama aku," istilah Marwah, mengawali perbincangan memakai wartawan.
"Saya tanya ke dewan pengajar, apa muncul kelas lain misal ID? Diminta tanya ke Kepala Sekolah (Kepala SDN 016 Thoyyibah). Begitu aku bertemu, ditanya kenapa aku kemarin ke Dinas Pendidikan?" ujar Marwah.
Marwah nir menampik, beliau ke Dinas Pendidikan. Namun demikian, bukan tanpa alasan. "Saya ke Dinas Pendidikan minta konservasi khawatir anak aku diintimidasi. Karena aku kemarin disodorin kwitansi bernilai Rp 815.000 yg wajib aku bayar, kepada awal masuk sekolah. Tapi nir muncul rinciannya. Saya mau memahami rinciannya, transparan," sebut Marwah.
"Ibu kepala sekolah itu memang sempat ketemu aku kepada kawasan kerja Dinas Pendidikan. Jadi, begitu ketemu kepada sekolah lepas 17 kemarin, beliau tanya ngapain ke Dinas Pendidikan. Ya aku jelaskan," kata Marwah.
Merunut ke belakang, Vincero sendiri mengikuti proses seleksi penerimaan peserta didik baru tiga Juli 2017, & dinyatakan lulus & diterima kepada lima Juli 2017. Untuk keperluan administrasi, orangtua diminta mendaftarkan ulang anaknya kepada 8 Juli 2017.
"Saya daftarkan ulang anak aku lepas 8 Juli, dibilang terlambat. Loh kok terlambat, kan anak aku lulus seleksi murni. Dijawab kepala sekolah lepas 8 itu, terserah aku, kan aku yg buat peraturan," sebut Marwah mengingat saat itu.
Setelah sempat debat, Marwah pun menyodorkan uang Rp 815.000 & selembar kwitansi mengambarkan terima uang, tanpa muncul embel-embel rincian apa saja yg didapat berasal nominal sebanyak itu.
"Itu saja aku utang kepada koperasi. Karena darimana aku punya uang dalam tiga hari sebanyak itu. Pekeerjaan suami aku hanya nganvas mainan keliling," terang Marwah.
Akhirnya rincian Rp 815.000 yg dibayar itu, diketahui saat Marwah mengambilnya kepada sekolah. Hanya berisi 4 LKS, baju olahraga, rompi & baju batik.
"Anak aku gunakan seragam merah putih, tiba ke sekolah kemarin, kok nir muncul nama anak aku masuk kepada kelas mana? IA, IB atau IC? Tidak muncul nama anak aku," kenang Marwah.
"Saya perjuangkan anak aku alasannya adalah semenjak awal aku ikuti proses seleksinya. Tapi kok malah nir muncul nama anak aku? Akhirnya, uang yg aku setor dikembalikan sang Kepsek, anak aku nir jadi sekolah," terang Marwah.
"Awalnya cuma aku mau memahami & sekolah transparan uang Rp 815.000 kepada awal masuk sekolah itu, buat apa? Tidak muncul klarifikasi rinci. Jadi, ujungnya anak aku nir sanggup sekolah. Ke Disdik pun nir muncul solusi. Akhirnya aku curhat kepada medsos," terang Marwah.
"Iya, kami menjadi orangtua, uang Rp 815 ribu itu, akbar sekali. Sementara aku, kerja jual mainan keliling. Seandainya saja transparan semenjak awal. Jadi, buat sanggup uang sebanyak itu, aku minjam kepada koperasi," terang David Saputro (31), ayah berasal Vincero.
Merdeka.com & wartawan lain berupaya buat mengkonfirmasi ketidaktranparanan pungutan itu ke Kepala SDN 016 Thoyyibah, yg bermarkas kepada Jalan Proklamasi II Kecamatan Sungai Pinang. Sayang pihak sekolah enggan mengomentari masalah yg menjadi viral netizen kepada Samarinda itu
"Ke Dinas Pendidikan saja. Dia (Marwah) ke sana saja. Dia kan seringkali ke Dinas Pendidikan. Soal transparansi, aku No Comment. Kita diminta Dinas No Comment," kata Thoyyibah.
Ditanya balik soal transparansi Rp 815.000, hingga menghilangnya nama Vincero berasal daftar anak didik kepada tiga ruang kelas I, & Vincero yg akhirnya gagal bersekolah, Thoyyibah juga menolak mengungkapkan.
"Kita nir keluarkan anak itu berasal sekolah. Orangtua yg nir mau sekolah kepada sini," kilahnya. [rhm]
Kisah Vincero, bocah pria usia 6 tahun yg tinggal kepada Jalan Gerilya RT 60 No 64 Kelurahan Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda, Kalimantan Timur, ini memprihatinkan. Dia gagal bersekolah kepada bangku SD, karena pihak sekolah enggan transparan buat merinci pungutan Rp 815.000 per orangtua anak didik. Nasib Vincero sekarang belum terang.
BERITA TERKAIT
Universitas asing masuk Indonesia, Menristekdikti konfiden 'Mercy tidak akan gusur Avanza'
Tak indahkan panggilan alasannya adalah awasi ujian, pengajar kepada Bengkulu dibogem kepala sekolah
Guru kepada NTT muncul yg bergaji Rp 50 ribu & Rp 300 ribu per bulan
Berawal berasal curhat Marwah (30), bunda kandung Vincero kepada facebook, Senin (17/7) kemarin, belakangan menjadi viral. Netizen menyayangkan sekolah yg nir transparan, hingga Vincero batal bersekolah.
Sekira pukul 12.25 Wita, merdeka.com menelusuri karakteristik-karakteristik pemilik akun, hingga berhasil menyambangi tempat tinggal yg sangat sederhana, yg ditinggali Vincero memakai orangtuanya, & dua adiknya.
Marwah bercerita, berseragam merah putih, Vincero tiba ke sekolah, kepada hari pertama masuk sekolah, Senin (17/7). Anak seusia Vincero begitu ceria kepada hari pertama masuk sekolah. Namun nir bagi Vincero.
"Ada tiga ruang kelas I kepada SDN 016 kepada Jalan Proklamasi itu. Kelas IA, IB & IC. Tapi kok nir muncul nama aku," istilah Marwah, mengawali perbincangan memakai wartawan.
"Saya tanya ke dewan pengajar, apa muncul kelas lain misal ID? Diminta tanya ke Kepala Sekolah (Kepala SDN 016 Thoyyibah). Begitu aku bertemu, ditanya kenapa aku kemarin ke Dinas Pendidikan?" ujar Marwah.
Marwah nir menampik, beliau ke Dinas Pendidikan. Namun demikian, bukan tanpa alasan. "Saya ke Dinas Pendidikan minta konservasi khawatir anak aku diintimidasi. Karena aku kemarin disodorin kwitansi bernilai Rp 815.000 yg wajib aku bayar, kepada awal masuk sekolah. Tapi nir muncul rinciannya. Saya mau memahami rinciannya, transparan," sebut Marwah.
"Ibu kepala sekolah itu memang sempat ketemu aku kepada kawasan kerja Dinas Pendidikan. Jadi, begitu ketemu kepada sekolah lepas 17 kemarin, beliau tanya ngapain ke Dinas Pendidikan. Ya aku jelaskan," kata Marwah.
Merunut ke belakang, Vincero sendiri mengikuti proses seleksi penerimaan peserta didik baru tiga Juli 2017, & dinyatakan lulus & diterima kepada lima Juli 2017. Untuk keperluan administrasi, orangtua diminta mendaftarkan ulang anaknya kepada 8 Juli 2017.
"Saya daftarkan ulang anak aku lepas 8 Juli, dibilang terlambat. Loh kok terlambat, kan anak aku lulus seleksi murni. Dijawab kepala sekolah lepas 8 itu, terserah aku, kan aku yg buat peraturan," sebut Marwah mengingat saat itu.
Setelah sempat debat, Marwah pun menyodorkan uang Rp 815.000 & selembar kwitansi mengambarkan terima uang, tanpa muncul embel-embel rincian apa saja yg didapat berasal nominal sebanyak itu.
"Itu saja aku utang kepada koperasi. Karena darimana aku punya uang dalam tiga hari sebanyak itu. Pekeerjaan suami aku hanya nganvas mainan keliling," terang Marwah.
Akhirnya rincian Rp 815.000 yg dibayar itu, diketahui saat Marwah mengambilnya kepada sekolah. Hanya berisi 4 LKS, baju olahraga, rompi & baju batik.
"Anak aku gunakan seragam merah putih, tiba ke sekolah kemarin, kok nir muncul nama anak aku masuk kepada kelas mana? IA, IB atau IC? Tidak muncul nama anak aku," kenang Marwah.
"Saya perjuangkan anak aku alasannya adalah semenjak awal aku ikuti proses seleksinya. Tapi kok malah nir muncul nama anak aku? Akhirnya, uang yg aku setor dikembalikan sang Kepsek, anak aku nir jadi sekolah," terang Marwah.
"Awalnya cuma aku mau memahami & sekolah transparan uang Rp 815.000 kepada awal masuk sekolah itu, buat apa? Tidak muncul klarifikasi rinci. Jadi, ujungnya anak aku nir sanggup sekolah. Ke Disdik pun nir muncul solusi. Akhirnya aku curhat kepada medsos," terang Marwah.
"Iya, kami menjadi orangtua, uang Rp 815 ribu itu, akbar sekali. Sementara aku, kerja jual mainan keliling. Seandainya saja transparan semenjak awal. Jadi, buat sanggup uang sebanyak itu, aku minjam kepada koperasi," terang David Saputro (31), ayah berasal Vincero.
Merdeka.com & wartawan lain berupaya buat mengkonfirmasi ketidaktranparanan pungutan itu ke Kepala SDN 016 Thoyyibah, yg bermarkas kepada Jalan Proklamasi II Kecamatan Sungai Pinang. Sayang pihak sekolah enggan mengomentari masalah yg menjadi viral netizen kepada Samarinda itu
"Ke Dinas Pendidikan saja. Dia (Marwah) ke sana saja. Dia kan seringkali ke Dinas Pendidikan. Soal transparansi, aku No Comment. Kita diminta Dinas No Comment," kata Thoyyibah.
Ditanya balik soal transparansi Rp 815.000, hingga menghilangnya nama Vincero berasal daftar anak didik kepada tiga ruang kelas I, & Vincero yg akhirnya gagal bersekolah, Thoyyibah juga menolak mengungkapkan.
"Kita nir keluarkan anak itu berasal sekolah. Orangtua yg nir mau sekolah kepada sini," kilahnya. [rhm]