Fasilitas Pendidikan (Alat Bantu Pendidikan + Teknologi Pendidikan)
Ini artinya sedikit intisari hasil wawancara untuk tugas kuliah memakai Bapak Salimi, seseorang dosen sekaligus pemerhati pendidikan yang pemikirannya menurut saya indah dan layak untuk disharing untuk jadi wawasan dan bahan perenungan bersama :)
RSBI ( Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) terkadang dipercaya telah mendiskriminasi fasilitas karena untuk menstandarisasi praktek tersebut memakan porto yang sangat mahal. Pendidikan itu bukan merupakan teknologi melainkan sebuah interaksi antara pendidik memakai peserta didik. Contoh dari fasilitas pendidikan dasar itu contohnya penggunaan infokus. Tetapi penggunaan infokus tersebut tak selamanya menaruh implikasi positif, malah sanggup memberi implikasi negatif karena siswa pendidikan dasar cenderung lebih suka belajar memakai infokus dibandingkan memakai gurunya sendiri. Sehingga mengakibatkan implikasi dari modernisasi seperti hura-hura dikalangan pelajar.
Teknologi pendidikan bukan dipandang secara fasilitas seperti laptop dan infokus. Akan namun teknologi merupakan inspirasi untuk merancang program tersebut dan sarana prasaran tersebut hanya merupakan indera bantu pendidikan. Teknologi pendididkan yang terpenting artinya inspirasi guru, rancangan guru, dan cara guru dalam mengajar.
Menurut M.J. Rengevel (pakar pendidikan dari Belanda)
Teknologi pendidikan artinya tindakan guru untuk mengarahkan siswa pada tujuan pendidikan. Alat bantu yang merupakan fasilitas tersebut yaitu gedung RKB (Ruang Kegiatan Belajar-mengajar) yang merupakan sarana pembantu dari tindakan guru dalam mengajar.
"Kita bisa saja belajar tanpa bangku, berasal kita memiliki teknologi pendidikan yaitu guru beserta pemikirannya untuk menjalankan kegiatan belajar mengajar memakai baik".
MDG's menerjemahkan bahwa guru harus memiliki kemampuan untuk mengelola indera bantu pendidikan, dan tak terpatok terhadap pemerintah. Seharusnya guru bisa membangun fasilitas pendidikan memakai memnfaatkan indera yang terdapat sesederhana mungkin, karena untuk membangun fasilitas pendidikan dalam undang-undang pendidikan nasional No.20 Tahun 2003, "Pendidikan itu milik negara dan masyarakat, diurus oleh negara dan masyarakat". Karena pada kenyataanya dana yang diberikan pemerintah tak sebanding memakai kebutuhan untuk menyediakan fasilitas pendidikan dasar.
Untuk bantuan opersionalnya sendiri pemerintah menyediakan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang pada dalamnya termasuk pendanaan operasional, personal dan investasi. Selain itu, pemerintah pula telah menyediakan bantuan dana untuk siswa yang tergolong kurang sanggup.
Kinerja birokrasi pendidikan dasar masih sangat kurang, karena tak terdapat penyuluhan-penyuluhan terhadap guru untuk memanfaatkan teknologi sebagai fasilitas dalam mengajar. Fasilitas lain contohnya laboratorium, indera-alatnya sudah tersedia namun mindsetnya tak dikelola oleh dinas pendidikan. Seharusnya dinas pendidikan terjun langsung untuk melihat keadaan dan bukan hanya menilai dari jauh.
Pemerintah seharusnya bukan hanya memikirkan bagaimana cara merealisasikan adanya fasilitas dalam pendidikan dasar, akan namun pemerintah seharusnya bisa memikirkan cara untuk memanfaatkan, mengelola, dan merawatnya serta menaruh mindset tentang fasilitas pendidikan itu.
Optimalisasi pengawasan pengunaan dana untuk fasilitas pendidikan dasar harus dikedepankan dan jangan hanya menaruh pengawasan dari jauh namun melakukan pengawasan secara otentik.
Ini artinya sedikit intisari hasil wawancara untuk tugas kuliah memakai Bapak Salimi, seseorang dosen sekaligus pemerhati pendidikan yang pemikirannya menurut saya indah dan layak untuk disharing untuk jadi wawasan dan bahan perenungan bersama :)
RSBI ( Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) terkadang dipercaya telah mendiskriminasi fasilitas karena untuk menstandarisasi praktek tersebut memakan porto yang sangat mahal. Pendidikan itu bukan merupakan teknologi melainkan sebuah interaksi antara pendidik memakai peserta didik. Contoh dari fasilitas pendidikan dasar itu contohnya penggunaan infokus. Tetapi penggunaan infokus tersebut tak selamanya menaruh implikasi positif, malah sanggup memberi implikasi negatif karena siswa pendidikan dasar cenderung lebih suka belajar memakai infokus dibandingkan memakai gurunya sendiri. Sehingga mengakibatkan implikasi dari modernisasi seperti hura-hura dikalangan pelajar.
Teknologi pendidikan bukan dipandang secara fasilitas seperti laptop dan infokus. Akan namun teknologi merupakan inspirasi untuk merancang program tersebut dan sarana prasaran tersebut hanya merupakan indera bantu pendidikan. Teknologi pendididkan yang terpenting artinya inspirasi guru, rancangan guru, dan cara guru dalam mengajar.
Menurut M.J. Rengevel (pakar pendidikan dari Belanda)
Teknologi pendidikan artinya tindakan guru untuk mengarahkan siswa pada tujuan pendidikan. Alat bantu yang merupakan fasilitas tersebut yaitu gedung RKB (Ruang Kegiatan Belajar-mengajar) yang merupakan sarana pembantu dari tindakan guru dalam mengajar.
"Kita bisa saja belajar tanpa bangku, berasal kita memiliki teknologi pendidikan yaitu guru beserta pemikirannya untuk menjalankan kegiatan belajar mengajar memakai baik".
MDG's menerjemahkan bahwa guru harus memiliki kemampuan untuk mengelola indera bantu pendidikan, dan tak terpatok terhadap pemerintah. Seharusnya guru bisa membangun fasilitas pendidikan memakai memnfaatkan indera yang terdapat sesederhana mungkin, karena untuk membangun fasilitas pendidikan dalam undang-undang pendidikan nasional No.20 Tahun 2003, "Pendidikan itu milik negara dan masyarakat, diurus oleh negara dan masyarakat". Karena pada kenyataanya dana yang diberikan pemerintah tak sebanding memakai kebutuhan untuk menyediakan fasilitas pendidikan dasar.
Untuk bantuan opersionalnya sendiri pemerintah menyediakan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang pada dalamnya termasuk pendanaan operasional, personal dan investasi. Selain itu, pemerintah pula telah menyediakan bantuan dana untuk siswa yang tergolong kurang sanggup.
Kinerja birokrasi pendidikan dasar masih sangat kurang, karena tak terdapat penyuluhan-penyuluhan terhadap guru untuk memanfaatkan teknologi sebagai fasilitas dalam mengajar. Fasilitas lain contohnya laboratorium, indera-alatnya sudah tersedia namun mindsetnya tak dikelola oleh dinas pendidikan. Seharusnya dinas pendidikan terjun langsung untuk melihat keadaan dan bukan hanya menilai dari jauh.
Pemerintah seharusnya bukan hanya memikirkan bagaimana cara merealisasikan adanya fasilitas dalam pendidikan dasar, akan namun pemerintah seharusnya bisa memikirkan cara untuk memanfaatkan, mengelola, dan merawatnya serta menaruh mindset tentang fasilitas pendidikan itu.
Optimalisasi pengawasan pengunaan dana untuk fasilitas pendidikan dasar harus dikedepankan dan jangan hanya menaruh pengawasan dari jauh namun melakukan pengawasan secara otentik.